Postulis.com - Selama tiga hari ini, terhitung mulai Selasa, 14 Juli sampai Kamis, 16 Juli 2020, dunia pendidikan sedang memanas karena beredarnya berita tentang pemberian kuota internet gratis kepada siswa untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
Namun hal tersebut masih menjadi polemik lantaran ada timbul kecemburuan sosial.
Sebagaimana yang kita tahu, bahwa sudah ada tiga daerah yang memberikan kuota internet gratis kepada siswa maupun guru, dan juga ada yang masih rencana belaka, sebut saja Badung, Bengkulu, dan Jawa Barat.
SMK Pariwisata Dalung di Kabupaten Badung Bali adalah yang mengawali pergerakan pemberian kuota internet gratis ini. Melalui pihak sekolah yang membuat kebijakan untuk memberikan kuota gratis kepada siswa baru agar bisa mengikuti kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang dilaksanakan secara daring, karena ternyata siswanya ada yang berasal dari luar Bali.
Lalu dilanjut oleh Pemerintah Kota Bengkulu, Helmi Hasan yang malah lebih wow lagi karena memberikan kuota internet gratis bukan hanya kepada siswanya, melainkan juga kepada guru-guru di wilayahnya untuk mendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring (online). Dan itu keseluruhan tanpa terkecuali; tanpa membeda-bedakan kastanya antara siswa negeri maupun luar negeri atau guru honorer maupun ASN (?)
Kemudian, berita yang baru muncul dan masih hangat-hangatnya menjadi perbincangan di dunia pendidikan adalah pemberian kuota internet gratis senilai Rp. 150.000,- kepada siswa SMA/sederajat di Jawa Barat.
Kuota internet gratis tersebut diberikan dalam bentuk SIM card yang dibagikan setiap bulan dalam periode Juli-Desember 2020. Sayangnya, hal tersebut masih sebuah rencana dari Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar) yang dibenarkan oleh Pak Dedi Supandi di Gedung Sate.
Gimana? Kalian yang siswa SMA/sederajat-nya di luar negeri sudah merasa cemburu belum? Atau timbul pertanyaan, "kok cuman yang negeri aja sih? Pilih kasih nih!"
Tunggu, SMA/sederajat di luar negeri juga akan dapat nantinya, tapi ada sedikit yang berbeda. Jika untuk yang di dalam negeri melalui dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan), sementara untuk yang di luar negeri melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Jadi, tiap siswa tidak akan mendapat dua kali. Kalau yang sudah dapat dari BOP ya tidak bakal dapat dari BOS.
Enak, ya, ternyata pemerintah sangat peduli terhadap masyarakatnya. Salut! Ya setidaknya ada kinerja yang perlu dibanggakan di tengah pandemi Covid-19 ini selain berhasil memulangkan Bunda Maria Lumowa sang maestro pembobol Bank BNI yang tersembunyi selama ini di Serbia.
Eittss, sampai sini kalian sadar tidak sih? Kenapa pemberian kuota internet gratis itu hanya untuk di beberapa daerah, dan kenapa hanya untuk pelajar di tingkat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas)? Hehe.
Memangnya yang belajar di rumah hanya mereka, ya? Yang Paud, SD, dan SMP sudah selesai ya belajar di rumahnya? Kalau begitu, di mana yang katanya pemerataan pendidikan?
Duh, sudahlah, kalian bersyukur saja. Ada kuota internet ya sudah ikut pembelajaran di kelas maya. Kalau tidak ada uang untuk beli kuota internet ya absen dulu untuk cuti, pasi guru maklum, kok.
Pun mereka yang dapat dan yang akan dapat kuota internet gratis itu belum tentu memiliki ponsel pintar atau laptop alias peralatan yang memadai untuk mengakses kelas maya, bukan? Eh, tapi di zaman sekarang mah pasti sudah pada punyalah, makanya pemerintah melakukan kebijakan tersebut. Orang-orang yang bercokol di pemerintahan kan orang-orang pintar semua, bukan lulusan SMK seperti saya.
Ya, sekeras-kerasnya usaha mereka tentunya masih ada saja kekurangannya--karena tidak ada yang sempurna di dunia, namun untuk saat ini perlulah diacungi empat jempol sebab sudah mau bertanggung jawab.
Bertanggung jawab karena kebijakan yang belum memperbolehkan siswa dan guru untuk memulai KBM di sekolah (temu muka), sementara tempat perbelanjaan, wisata, dan tempat ibadah sudah dibuka.
Semoga pemberian kuota internet gratis itu tidak salah menyasar target dan bisa dimanfaatkan sesuai rencana dan itikad baik pemerintah. Dan semoga polemik ini segera berakhir dengan menyusulnya daerah-daerah lain dan jenjang pendidikan lain agar tidak ada kecemburuan sosial.
Maju terus pendidikan Indonesia!
Share This :
0 komentar